MENYIMAK ARGUMEN MAHMUD THAHA TENTANG NASKH DAN REFORMASI SYARIAH

Adang Djumhur Salikin(1*),


(1) Fakultas Syariah dan EKonomi Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon
(*) Corresponding Author

Abstract


Reformasi syariah merupakan wacana yang kontroversial. Selain ada sejumlah pemikir yang mengusung dan mendukungnya, banyak juga yang membantah dan melarang untuk menyebarkannya. Wacana yang dipersoalkan, mungkinkan syariah direformasi? Bagaimana caranya? Sejauhmana produk syariah yang dihasilkannya memiliki keabsahan dan otoritas yang diakui secara normatif dalam perspektif hukum Islam? Tulisan ini, tidak untuk menjawab atau memberi penjelasan mengenai sejumlah pertanyaan itu, tetapi untuk menelisik argumen seorang tokoh pemikir Islam dari Sudan, pengusung gagasan reformasi syariah. Dia adalah Mahmud Muhammed Thaha. Dalam tulisan ini, saya lebih memposisikan diri sebagai orang yang ingin meminta konfirmasi tentang pemikiran tokoh itu, terutama berkaitan dengan argumentasinya tentang konsep naskh dan hubungannya dengan reformasi syariah menuju syariah yang lebih humanis. Pertanyaannya, sejauhmana kerangka konseptual argumen Thaha dalam membangun gagasannya? Apakah argumen tersebut memiliki basis teoritis yang kuat dalam tradisi keilmuan fiqh (ushul al-fiqh), dan seberapa jauh pula hal itu relevan dan signifikan untuk  melakukan reformasi syariah?
 
Sharia reform is controversial discourse. In addition to a number of thinkers who carry and support it, there are many who deny and ban its dissemination. The discourse in question includes: is it possible for sharia to be reformed? How to reform? To what extent Islamic products produced have the validity and authority recognized as normative in the Islamic legal perspective. This paper is not to answer or give an explanation of those questions, but to search the argument of a Sudanese prominent Islamic thinker, the bearer of the idea of reforming the sharia. He is Mahmud Mohammed Taha. In this paper, I prefer to position myself as one who wants to ask for confirmation of his thought, especially with regard to the argument about the concept of naskh and its relationship with the reform of Islamic sharia towards more humane sharia. The questions are, how far the conceptual framework of Taha arguments in establishing the idea? Dose the argument have a strong theoretical basis in the scientific tradition of fiqh (usul al-fiqh), and also how is it relevant and significant to reform the Sharia?

Keywords


Naskh, Reformasi Syariah, Mahmud Thaha, Al-Qur’an

Full Text:

PDF

References


An-Na’im, Abdullahi Ahmed, “A Modern to Human Rights in Islam” Foundations and Implications for Africa”, dalam Claude E. Welch and Ronald I. Meltzer (ed.), Human Rights and Development in Africa, 1984, 75-89.

_______, “Religious Freedom in Egypt: Under the Shadow of Islamic Dhimma System” dalam Leonard Swidler (ed.), Religious Liberty and Human Rights in Nations and in Religions, New York: Ecumunical Press, t.t, 43-59.

_______, “Sekali Lagi Reformasi Islam” dalam Tore Lindholm dari Kari Vogt (ed.), Islamic Law Reform and Human Rights: Challengers and Rejoinders, 1993. Edisi Indonesia, Dekonstruksi Syariah II, Yogyakarta: LKIS, 1996.

_______, Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights, and International Law, New York: Syracuse University Press, 1990

Bik, Khudlari, Ushul al-Fiqh, Kairo: Matba’ah al-Istiqamah, 1939.

Hasan, Ahmad, The Early Development of Islamic Jurisprudence, (1970), Edisi Indonesia, Pintu Ijtihad sebelum Tertutup, Bandung: Pustaka Salman, 1984.

Ibnu Kaṣīr, Ismail, Tafsīr al-Qurān al-Aẓīm” juz I, Beirut: Dār al-Fikri, t.t.

Al-Jabarī, Abdul Muta’āl Muhammad, Al-Naskh fī al-Syarī’ah al-Islāmiyah, t.tp., t.th.

Al-Marāghī, Aḥmad Muṣṭafā, Tafsīr al-Maraghī, Mesir: Al-Halabi, 1946. Jilid I.

Al-Quran dan Terjemahannya, Madinah Munawwarah: Mujamma’ Khadim Haramain al-Syarifain al-Malik Fahd, 1411 H.

Al-Ṣāliḥ, Ṣubḥī, Mabāhiṡ fi Ulūm al-Qur’ān, Beirut: Dar al-Ilmi li al-Malayin, 1988.

Shihab, Quraish “Soal Nasikh dan Mansukh” dalam Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan, 1993.

Sulaimān, Muṣṭafā Muḥammad, al-Naskh fī al-Qurān al-Karīm wa al-Raddu Alā Munkirih, Mesir: Mathba’ah al-Amānah, 1991.

Al-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān, Beirut: Dar al-Fikr, l979.

Al-Syathibi, Al-Muwāfaqāt fî Uṣūl al-Syari’ah, Beirut: Dar al-Ma’arif, 1975, Jilid III.

Thaha, Mahmoud Muhammad, Al-Risālah al-Ṣāniyah min al-Islām, cet. V., t.p., t.t. / The Second Message of Islam by Ustadh Mahmoud Muhammad Thaha, New York: Syracuse University Press, 1987.

Yafie, Ali, “Naskh Mansukh dalam al-Quran” dalam Budhy Munawar–Rachman (ed.), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1995: 42-51.

Al-Zarqanī, Muḥammad Abd al-Aẓīm Manāhil al-Irfān fi ‘Ulūm al-Qurān, Mesir: Isa al-Bābi al-Halabi, l957.




DOI: 10.24235/mahkamah.v1i1.563

Article Metrics

Abstract view : 623 times
PDF - 930 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.